« THE THEORY OF WALKING WITH THE INFINITE GOD » part 2

BASIC PRINCIPLES OF « THE THEORY OF WALKING WITH THE INFINITE GOD »

Tulisan ini bukanlah cerita pengalaman hidup inspirasional sebagai bahan motivasi agar setiap orang semakin bekerja keras dan berprestasi, bahkan juga bukan suatu ritual demi mendapatkan intervensi Tuhan untuk mencapai pencapaian studi atau karir seseorang.  Tulisan ini ingin menunjukan bahwa, pada hakikatnya, manusia diciptakan sesuai gambar dan rupa Allah untuk mempermuliakan nama Tuhan melalui hidup dan panggilan kita masing-masing (The body of Christ). 

Roma (12:1), « Karena itu, oleh kemurahan Allah, aku mendorong kamu, saudara-saudara, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah; itulah ibadahmu yang sejati. »

Dalam penyembahan kepada Allah melalui penggunaan hidup kita sebagai ibadah yang sejati, ada beberapa basic principles yang merupakan fondasi dari « Theory of Walking with the Infinite God »:

1. God Is Not Interested with your Lifetime’s Greatest Achievements. 

Surely He is not impressed at all!  Saya akhirnya menyadari bahwa berbagai bentuk pencapaian yang dapat kita raih bukanlah jenis persembahan yang diharapkan oleh Allah.  Dia tidak tertarik dengan segala prestasi yang mungkin bisa kita raih.  Saya mengerti bahwa bukan tugas kita menjadi orang yang terhebat di bidang keprofesiaan saya, bukan tugas saya untuk memberikan kesan bahwa saya telah memberikan dampak besar, bukan menjadi juara dalam lomba paper dan meraih prestasi internasional, mengejar karir dan studi setinggi mungkin.  Tuhan tidak meminta itu semua sebagai persembahan hidup kita, tetapi ia meminta kerendahan hati kita untuk mengutamakan« Penyertaan Tuhan » dalam setiap apapun yang kita kerjakan.  Kita bisa kembali mengulas cerita mengenai « Penyertaan Tuhan » dalam kehidupan beberapa orang yang dilansir dalam Alkitab: Yusuf yang merupakan budak terbuang hingga terpilih menjadi pemimpin bangsa Israel, Yosuayang berawal dari pemuda yang tidak piawai dan penuh keraguan menjadi prajurit pilihan Allah, ataupun Daud yang tadinya hanyalah merupakan penggembala domba dan diubahkan menjadi sang penghancur Goliat dan membawa Bangsa Israel dalam masa kejayaannya.

(1Sam 17:45) Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: “Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu.

Tidak ada seorangpun dari mereka yang berasal dengan bakat dan talenta yang sangat hebat ataupun meminta « Kesuksesan » sebagai imbal balik dari ketaatan mereka, tapi mereka meminta  « Penyertaan Tuhan » dalam keteguhan hati.  « Penyertaan Tuhan » itulah yang berhasil mengubah hidup mereka dan bangsa-bangsa melalui perkenanan Tuhan dalam hidup mereka.

Bukti utama kebenaran dari Alkitab (Firman Tuhan) bukanlah hanya dari sisi sejarah, sains, ataupun literatur, namun bukti nyata kebenaran alkitab adalah keberhasilannya mentransformasi hidup setiap orang yang percaya.

 Jika kehidupan pribadi kita ternyata tidak diubahkan melalui pengenalan akan Yesus Kristus, untuk apa kita membacanya?  (Dr. Sonderegger, 2014)

Dan setiap kita dipanggil untuk memberikan persembahan hidup sesuai panggilan hidup kita masing-masing yang ditentukan olehnya.  Kepekaan untuk mengetahui panggilan-Nya akan menjadi sangat penting untuk mengetahui kehendakNya. Penting untuk disadari bahwa kita tidak dipanggil menurut ukuran kesuksesan manusia namun menurut rencana Tuhan yang misterius.

1 Korintus (1:26-29) « Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang.  Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan yang berarti,  Supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah.

Sekali lagi, jangan ada satu orang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah.  Tuhan memiliki tujuan besar bagi hidup kita masing-masing sesuai rencana yang telah ditetapkan oleh-Nya.  Percayalah bahwa kesalahan yang pernah kita lakukan ataupun kegagalan yang terjadi dalam hidup kita tidak akan pernah bisa menggagalkan rencana Tuhan untuk menggenapi janji-Nya dalam hidup kita.

2.  Tuhan adalah Sang Batu Penjuru (The Chief’s Cornerstone)

Terkadang, dalam kepintaran kita, kita membuang satu hal yang merupakan terpenting, yaitu sang batu penjuru (The Chief’s Cornerstone/The Keystone).  Dalam pengertian kita sendiri, kita mencoba membangun masa depan melalui usaha dan rancangan kita sendiri, tanpa menyadari bahwa dalam setiap usaha yang kita coba lakukan kita telah membuang sang « Batu Penjuru » hingga kita menemukan pada akhirnya apa yang kita usahakan sia-sia.

Lukas (20:17-18) « Tetapi Yesus memandang mereka dan berkata: « Jika demikian apakah arti nas ini: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi BATU PENJURU? Barangsiapa jatuh ke atas batu itu , ia akan hancur, dan barangsiapa ditimpa batu itu, ia akan remuk. « 

Sama seperti orang Farisi, kita tidak menyadari bahwa terkadang kita telah membuang sang « Batu Penjuru » dalam segala bentuk upaya kita membangun masa depan.  Kita terlalu percaya diri dengan kemampuan kita sendiri dan segala bentuk prestasi yang sebelumnya kita pernah lakukan tanpa mengetahui bahwa semuanya adalah anugrah Tuhan semata.  Kita tidak menyadari bahwa kepekaan untuk mendengar hikmat daripada Tuhan dan hidup dalam perkenanan Tuhan merupakan fondasi dasar dalam menentukan arah hidup kita.  Fondasi iman lah yang akan menentukan seberapa kuat kita menghadapi tantangan dalam keberjalanan kita mengerjakan masa depan kita.

Saya menjadi ingat salah satu ingat nasihat yang diberikan oleh paman (uda) saya ketika acara adat batak tradisional Mandok hata syukuran wisudaan Maret ITB 2015 yang diberikan kepada saya. 

Dalam membangun menara Burj Khalifa (bangunan tertinggi di dunia di Dubai), salah satu proses pembangunan yang memakan waktu terlama adalah saat proses pembangunan Fondasi Bangunan.  Di saat banyak orang sangat skeptis terhadap proses pembangunan, para pekerja tetap dalam ketekunan untuk membangun fondasi, menggali tiang pancang dengan kedalaman dan menaruh setiap batu konkrit untuk membentuk ketahanan.  Fondasi inilah yang ternyata akan menentukan seberapa tinggi bangunan ini akan terbangun dan seberapa kuat bangunan menghadapi badai.

Begitu juga dengan hidup, akan banyak goncangan dan terpaan yang menghampiri kehidupan kita.  Tetapi hanya satu hal yang memberikan kepastian yaitu dengan menaruh fondasi iman dan pengharapan dalam Kristus Yesus agar membuatmu tidak jatuh.  (D. Simanjuntak, 2015)

3.  Berserahlah dalam doa dan Pengharapan

Ketika kita berbicara perihal doa, Alkitab menjabarkan hal ini dengan sangat serius dan Tuhan Yesus sendiri yang mengajarkan kita secara langsung untuk berdoa.  Alkitab juga mengajarkan bahwa berdoa tidaklah akan pernah mudah.  Paulus mendorong kita untuk « berusahalah, bekerjalah, dan berkeringatlah » dalam doa bersama Tuhan.  Bersukacitalah dalam pengharapan, bertekunlah dalam kesusahan, dan Berdoalah tanpa henti.

Yesaya (62:6-7), « Di atas tembok-tembokmu, hai Yerusalem, telah kutempatkan pengintai-pengintai.  Mereka akan berdoa sepanjang siang dan malam, mereka tidak akan pernah berdiam diri.  Kamu yang mengingatkan Tuhan, tidak beristirahat untuk dirimu sendiri dan tidak membiarkan Dia tinggal tenang sampai Ia menegakkan Yerusalem dan sampai Ia membuatnya menjadi kemasyhuran di Bumi. »

Tuhan sangat senang untuk diganggu oleh anak-anaknya dimana dia menunjuk orang-orang untuk mengganggunya dalam doa.  Lihatlah dalam ayat tersebut, « Janganlah berdiam diri, janganlah berhenti meminta, jangan berhenti memohon, jangan berhenti mengulang permintaanmu kepada Allah » hingga Yerusalem ditegakkan.  Dia ingin berkata « Ganggulah diriku, teruslah mengetuk hatiku, jangan biarkan Aku istirahat » hingga aku menjawabmu.  Dia tidak hanya meminta kita untuk menaruh pengharapan kepada-Nya tapi Dia bahagia dalam setiap permohonan kita. 

« You do not have because you do not ask » (Ps. Chandler, Prayer).  Secara logika sederhana, kita mengetahui bahwa kita tidak akan pernah mendapatkan jika kita tidak meminta.  Hal inilah yang diminta Tuhan secara harafiah untuk kita lakukan agar kita mengeksplisitkan segala permohonan kita dalam bentuk doa:

Lukas (11:9-13), « Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.

Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! »

4.  Melihatlah dengan Iman

Counterfeit Hope: Usaha yang kita lakukan dengan usaha dan logika sendiri untuk melihat hasil yang tampak oleh mata jasmani (Sonderegger, 2014).   Hal ini lah yang kerap kali membuat kali kita jatuh karena kita telah dibutakan secara iman (spiritually blind)Counterfeit Hopemembuat kita tidak mampu melihat betapa besarnya kepedulian Tuhan dalam hidup kita dan ini adalah salah satu penghinaan terbesar yang bisa kita berikan setelah apa yang dia lakukan dalam penebusan di kayu salib  bagi kita.  Counterfeit Hope adalah ketika kita berada di titik dimana kita meyakini dengan panggilan hidup kita namun tidak meyakini dengan jalan yang Tuhan sediakan.  Terkadang bahkan prosesnya jauh dari apa yang kita ekspektasikan karena kita belum melihat hasilnya.  Saat inilah kita mengalami apa yang disebut Hopelessness. Hopelessness bukanlah titik dimana kita tidak memiliki pengharapan (No Hope), tapi adalah titik dimana kita memiliki kekurangan pengharapan (Less Hope).

Namun Iman berbicara hal lain.  Ibrani (11:1) « Iman adalah memiliki keyakinan dari apa yang kita harapkan dan meyakini hal yang tidak dapat kita lihat ».  Ketahuilah dalam pengharapan kepada Kristus untuk percaya bahwa dia akan mengantarkan kita sampai tujuan sesuai dengan rencanaNya.  Tetaplah bersandar penuh kepada-Nya walaupun itu membuat tidak nyaman.  Terkadang, untuk dapat melihat segala sesuatu dalam perspektif Tuhan, kita harus merendahkan diri di hadapanNya dan menutup mata jasmani (Natural Eyes) untuk melihat hal-hal di luar pemahaman kita (Beyond Natural).

« Roh Kudus bawaku ke tempat imanku menjadi tanpa batas, biarkan ku berjalan di atas air, kemanapun engkau memanggilku,

Bawa aku lebih dalam dari apa yang ku bisa jelajahi, dan kuatkanku dalam iman dalam kehadiran sang Juruslamat », (Ocean-Hillsong, 2013)

CLOSING

Saya ingin mengakhiri salah satu cerita mengalami Tuhan (experiencing God) yang saya miliki (dan masih akan banyak kelanjutannya) untuk mengajak teman-teman untuk semakin mengenali Firman Tuhan (Alkitab) sebagai manual guideline kita.   Mungkin telah banyak bukti saintifik ataupun literatur yang menyambungkan korelasi nubuatan dari kitab perjanjian lama ke penggenapan janji Tuhan dalam kitab perjanjian baru melalui Yesus Kristus untuk menyatakan kebenaran/keabsahan dari isi Alkitab, tapi bagi saya secara pribadi, secara berani saya menyatakan bahwa Alkitab (Firman Tuhan) adalah sumber kebenaran melalui kemampuannya untuk mentransformasi hidup saya secara pribadi (Life’s Transformation). 

[Question] How can you believe in the bible when it is just a bunch of letters, poems, stories or historical accounts that were written by different people?

 The Bible is unlike any other book – it is divinely inspired by God, who used 40 authors from three continents and nearly 2000 years to pen His words.  Despite the number of authors, the geographical locations, or the length of time it took to construct the Bible, it maintains a perfect consistency of one single message.  The bible uniformly points the reader towards Jesus Christ, God incarnate, who redeemed, ransomed and rescued the world.  The accounts in the Bible have more supporting evidence than any other piece of historical literature.  Scientifically speaking, the New Testament is said to be 99.5 percent authentically accurate.

However, the best reason to believe in the Bible is not scientific, archaeological, historical or even prophetic fulfillments evidences, important as they are; the best reason is that the Bible is alive, the living Word of God that reveals His character.

If our individual lives are not changed by the transforming power of Jesus, then why bother reading it in the first place? » (Dr. Sonderegger, 2014)

Soli Deo Gloria.  Let God be the Glory!

Tertanda,

Jefry Anderson Torhis Simanjuntak

13 Agustus 2015

Collected notes:

« Kenapa Harus Pindah dari Jurusan Oseanografi (ITB)? »  

« THE THEORY OF WALKING WITH THE INFINITE GOD »

How Could I [almost failed] Obtain This ITB-Oil and Gas Company’s Master Scholarship

« The Theory of Walking with the Infinite of God » part 2

« Kenapa Tuhan Menempatkan Saya di Jurusan Oseanografi-ITB? »

LES DËFIS DE COURS DE FRANÇAIS – ËCOLE CENTRALE DE NANTES

Le Défi 5 – La Critique des films français

Le Défi 4 – À La Découverte d’une Nouvelle Expérience en France 

Le Défi 3 – La Recette de La Crêpe au Beurre Salé 

Le Défi 2 – À La Découverte de La Vie Interculturelle des Français 

Le Défi 1 – La Cantine du Curé: Voici La Meilleure Crêperie À Nantes

3 réflexions sur “« THE THEORY OF WALKING WITH THE INFINITE GOD » part 2

Laisser un commentaire